Pengalaman Leadership Camp. Suka, Duka, Bahagia

Perkenalkan nama saya Yuniati Nur’aini dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, program studi ilmu hukum. Saya adalah salah satu penerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) dan saya sangat bersyukur atas itu. Selain mendapatkan uang saku, saya mendapat banyak teman baru, pengalaman dan pelajaran berharga. Salah satunya yang ingin saya ceritakan adalah pengalaman Leadership Camp yang dari BPJS Ketenagakerjaan.
Leadership Camp dari BPJS Ketenagakerjaan yang bekerjasama dengan yayasan Karya Salemba Empat (KSE) adalah sebuah kegiatan pelatihan selama kurang lebih satu minggu untuk melatih para penerima beasiswa dari sabang sampai merauke. Kegiatan ini penuh dengan suka, duka namun bahagia. Kenapa bahagia? Saya akan coba ceritakan.
Siang itu saya mendengar kanbar kalau saya terpilih menjadi salah satu delegasi dari paguyuban UIN Jakarta untuk mengikuti Leadership Camp BPJS Ketenagakerjaan Camp 1 Batch 3 yang dilaksanakan di bogor. Dengan senang hati sayapun menerima dan mengikuti pelatihan tersebut selama kurang lebih satu minggu.
Disana saya dipertemukan dengan kurang lebih 250 perwakilan penerima beasiswa yaitu mahasiswa/mahasiswi dari sabang sampai merauke. Tidak diduga memang, saya bsa berkumpul dan melaksanakan sebuah kegiatan sehebat ini dengan teman-teman baru yang berbeda kampus, berbeda agama, berbeda kota, berbeda provinsi, berbeda warna kulit dan banyak perbedaan lain namun menyatukan kami yang samasama Indonesia. Kami dilatih oleh akademi militer dan para pelatih yang sangat berpengalaman. Disana kami dilatih untuk menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, disiplin dan tepat waktu. Segala hal yang kami lakukan diberikan waktu yang sangat singkat dan diberikan hukuman jika melakukan kesalahan. Kami harus bangun pukul 4 pasi dan tidur pukul 1 pagi. Badan kami dibuat remuk karna rutinitas kegiatan yang padat, menguras tenaga dan fikiran. Belum lagi kami harus menjalankan aturan-aturan layaknya militer yang membuat kami tidak betah dan ingin cepat-cepat pulang.
Namun, beberapa hari saya melaksanakan kegiatan ini akhirnya kami menemukan makna yang bahkan membuat saya lupa akan duka yang saya alami di Camp ini. Saya memiliki teman dari sabang sampai merauke, dan kami menjalankan semua hukuman dan kegiatan bersama, hal itu membuat hubungan kamipun menjadi erat dan sangat dekat. Satu minngu yang kami jalankan tanpa alat komunikasi mengingat kehidupan kita sebelumnya, membuat saya sadar dan bangga ada di camp ini. Jiwa korsa yang diajarkan membuat kebahagiaan tersendiri ketika saya harus dihukum karna kesalahan teman saya. Dan disini saya merasakan artinya kekeluargaan yang membuat suka, duka menjadi bahagia.
Sekilas cerita tentang Camp 1 yang dilaksanakan di bogor, saya akhirnya lolos untuk mengikuti Camp 2 yang dilaksanakan di solo. Tak jauh berbeda dengan Camp 1 di Camp 2 ini juga dipenuhi kegiatan yang seru dan tidak diduga duga bersama para penerima beasiswa dari sabang sampai merauke. Walaupun ada sedikit rasa sedih karna tidak bisa berjumpa dengan teman-teman lain yang tidak lolos ke Camp 2 ini.
Singkat cerita, ada satu hal yang membuat jiwa saya tersentuh dan menjadi salah satu pengalaman paling berharga di dalam hidup saya, yaitu salah satu kegiatan bernama  Positif Fighter, yaitu kegiatan dimana kami harus berusaha menghasilkan uang dengan jerih payah kami sendiri, tanpa ada uang dan alat komunikasi yang kami pegang. Kamipun diberikan waktu yang sangat singak untuk mengumpulkan uang tersebut, yang nantinya akan digunakan untuk membelikan sebuah barang-barang atau makanan dan dibagikan untuk warga sekita pasar klewer kota Solo. Saya dipasangkan oleh cermin saya bernama Andre dari Universitas Sriwijaya Sumatera Barat. Awalnya kami sama-sama tidak tahu bagaimana caranya menjalankan Positif Fighter, kami hanya menjalankan perintah untuk tidak membawa uang, handphone atau apapun kecuali id card saat menjalankan Positif Fighter.
Pagi itu kami mahasiswa-mahasiswi se-Nusantara dikumpulkan di pelantaran jalan dekat pasar klewer kota Solo, Jawa Tengah. Kami telah dipersiapkan untuk melakukan Positif Fighter dimana kita tidak boleh membawa sepeserpun uang atau alat komunikasi dan kami harus mengumpulkan uang sebanyak tiga belas juta rupiah hasil jerih kerja kami, yang uangnya akan disumbangkan untuk alat kebersihan di pasar klewer.
Kami dikumpulkan sesuai kelompok yang sudah ditentukan dan telah di perintahkan untuk menyebar kearah yang berbeda. Kelompok saya berjalan kearah barat kota Solo, kamipun segera menghampiri setiap orang yang ada untuk menawarkan bantuan jasa kami untuk mendapatkan uang, namun ternyata tidak semudah yang kami bayangkan. Banyak orang yang menolak tawaran kami karena mungkin tidak percaya atau kebingungan apa yang harus kami kerjakan.
Akhirnya kami perkelompok sepakat untuk pergi percermin yaitu dua orang saja, untuk mempermudah membagi tugas pencarian dana ini. Sayapun bersama cermin saya segera mendatangi rumah-rumah warga. Kami mengetuk pintu salah satu rumah dan kami disambut cukup baik oleh tuan rumah tersebut yang merupakan pengusaha konveksi mukena rumahan, kami jelaskan maksud kedatangan kami dan mencoba untuk menawarkan jasa kepada pemilik rumah. Pemilik rumahpun akhirnya mempersilahkan kami membantu pekerjaannya untuk mengepak mukena yang siap dipasarkan.
Setelah selesai mengepak mukena tersebut, kami menanyakan apakah ada lagi pekerjaan yang harus kami kerjakan. Dan akhirnya saya dipersilahkan untuk mengupas bawang yang saya fikir hanya sedikit, namun tidak tahunya bawang itu ada satu tampah. Saya bergegas mengupasnya sampai berlinangan air mata karena pedih. Cermin saya disuruh mengerjakan menyaring sebuah bumbu buatan tuan rumah untuk dipasarkan.
Dengan senang hati sayapun menyelesaikan tugas saya mengupas bawang dan saya fikir pekerjaan saya sudah selesai, namun ternyata saya dipersilahkan untuk membersihkan rumah dan membantu memasak bahkan saya masih diminta untuk mengukur bumbu yang telah disaring oleh cermin saya untuk ditimbang dan dibungkus. Saya langsung melaksanakannya sesuai yang diminta tuan rumah walaupun sudah kelelahan. Disela-sela pekerjaan, kami berbagi cerita dengan ibu tuan rumah dan kami diberikan minum es the manis dan ketan untuk dimakan sambal bekerja.
Tak terasa tiga jam telah saya lewati berkerja dirumah ini, kamipun bergegas pamit kepada pemilik rumah dan pemilik rumah memberikan kami imbalan sebesar lima puluh ribu rupiah. Memang bukan termasuk besar tapi kami bersyukur karena dapat menghasilkan uang ini dengan tenaga kami sendiri. Saya dan cermin segera berkumpul ke tempat awal kami berangkat karena waktu kami untuk positif fighter telah habis.
Setelah kami semua selesai melaksanakan positif fighter, sore harinya kami membelanjakan uang tersebut untuk membeli peralatan tulis, makanan, dan alat kebersihan dan kami begikan kepada warga sekitar pasar klewer, kepada tukang becak dan bapak ibu pedagang kali lima. Mereka sangat senang mendapat sedikit pemberian dari kami. Dan kamipun merasa bangga dapat memberikan sedikit kebaikan untuk orang lain dengan hasil jerih payah kami sendiri. Rasa capek dan lelah karna seharian bekerja keras seakan hilang melihat senyuman yang tergambar dari pada warga yang kami beri. Hati luluh menyadari akhirnya dari jerih payah sendiri dapat menghasilkan sedikit kebahagiaan bagi orang lain yang menjadika suka, duka menjadi bahagia.
Sekian sedikit cerhatan saya tentang pengalaman Leadership Camp penuh dengan suka, duka namun bahagia. Sebuah kegiatan yang akan membekas seumur hidup saya dan akan menorehkan pelajaran dan pengalaman berharga. Memaknai arti Indonesia, bersahabatan, kekeluargaan, disiplin, tanggung jawab dan kebahagiaan yang sesunnguhnya. Terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Yayasan Karya Salemba Empat, yang telah memberikan saya sebuah pengalaman hidup yang akan membekas seumur hidup saya.


Yuniati Nuraini
Divisi Media, Komunikasi, dan Informasi

1 Komentar

  1. KALAU ikut leadership camp melalui jalur selksi atau hanya rekomendasi paguyuban kak?

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama