Proses pelepasan diri
para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan
hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang maju melatar belakangi
lahirnya emansipasi wanita Indonesia. Di zaman canggih ini, gerakan-gerakan
emansipasi telah banyak dilakukan oleh kaum wanita dunia tak terkecuali di
Indonesia. Kedudukan wanita dan pria pada masa ini sangatlah bebeda jauh dari
masa lampau. Bahkan tidak mustahil kedudukan wanita menjadi lebih tinggi
dibanding laki-laki. Tidak sedikit pula para wanita mampu berprestasi dan
mengharumkan nama Indonesia di mata dunia. Wanita Indonesia dapat mensejajarkan
diri mereka dengan kaum pria dari berbagai bidang kehidupan. Baik di bidang politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan lain sebaginya, Melihat hal itu, wanita saat
ini tidaklah dipandang sebelah mata.
Di bidang ekonomi, para
wanita kini semakin berminat untuk berwirausaha sebagai wujud emansipasi
perempuan yang mandiri. Hal ini sebenarnya berefek baik pada peningkatan
perekonomian keluarga, kemandirian wanita, aktualisasi diri yang kelak akan
membantu negara meningkatkan perekonomian. Kemampuan dan sifat positif yang
dimiliki wanita menjadi fondasi untuk meningkatkan eksistensi diri di berbagai
bidang yang diminati. Intuisi dan rasa empati wanita merupakan bekal menjadi
motor perkembangan bangsa karena dapat membuka lapangan pekerjaan, menyediakan
barang dan jasa, dan berkontribusi dalam upaya pemerintah untuk membrantas
kemiskinan. Beragam motivasi bisa menjadi alasan seorang wanita untuk melangkah
maju menuju kesuksesan.
Melangkah mundur
terniang seorang wanita hebat yang merupakan pelopor dari gerakan emansipasi
wanita, yaitu Raden Ajeng Kartini. Kala itu ia gigih membela dan memperjuangkan
hak-hak kaum wanita dan rela berdiri dipaling depan demi meyuarakan bahwa
wanita berhak bebas dan terlepas dari belenggu kaum penjajah. Serta wanita tak
semestinya dijajah oleh kaum pria. Kebebasan wanita saat itu sangatlah
terbatas. Budaya patriarki menjadi sangat dewa dan kedudukan kedudukan derajat
wanita dianggap lebih rendah daripada pria. Oleh Karena itu, mereka tidak
memiliki kebebasan sebagaimana yang dimiliki oleh kaum pria. Baik itu kebebasan
mengenyam pendidikan, kebebasan bekerja, kebebasan memiliki jabatan dan
memimpin bahkan kebebasan atas pendapat. Atas dasar itulah Raden Ajeng Kartini
sebagai seorang gadis keturunan priayi dan dilahirkan di lingkungan keluarga
yang maju berbesar hati untuk melepaskan diri para wanita dari belenggu adat
istiadat masyarakat yang berpendapat bahwa “Derajat wanita itu lebih rendah
daripada kaum pria” Kartini mengawali perjuangannya dengan mendirikan sekolah
untuk para wanita di Jepara kota kelahirannya. Kartini merasa bahwa ia harus
mengangkat derajat dan martabat seorang wanita melalui ilmu pengetahuan.
Berbekal tekad dan rasa ingin yang tinggi ia terus berupaya memperbaiki nasib
kaum wanita di sekitarnya. Kartini terus tergerak hatinya untuk membawa
perubahan dan mengupayakan gerakan emansipasi wanita pada masa itu.
Di bidang sastra, wanita
selalu menjadi inspirasi Oka Rusmini di dalam buah karyanya. Kala itu rasa adil
tidaklah hadir bagi kaum wanita Indonesia. Derajat yang lebih rendah membuat
para pria sesuka hati melakukan kesenangan di atas otoritas wanita. Tidak
sedikit pula wanita menjadi budak yang diharuskan menuruti kemauan kaum pria.
Bahkan wanita dijadikan gundik dan objek seksual para pria yang haus akan pesta
tubuh. Jika boleh bersuara, mungkin mereka akan mengeluh kenapa tidak dilahirkan
sebagai pria saja. Terlahir dengan tubuh penuh dosa sehingga setiap gerak
selalu meninggalkan rasa sakit yang parah di hati dan daging. Melalui
tulisan-tulisannya, Oka Rusmini membuat sindiran halus terhadap kehidupan
wanita dengan sistem kekastaan dan menjadi pejuangan kaum wanita untuk
menyuarakan hak tubuhnya di kalangan masyarakat Bali. Kaum brahmana menjadi
sosok jahat yang terus saja menindas kaum sudra sampai tidak ada belas kasihan
dari hatinya. Berikut kutipan di dalam kumpulan cerpen karyanya yang berjudul “Sagra”.
Apakah hidup akan menyisakan sepotong kecil, seukuran
kuku kelingking, sedikit saja, keinginanku yang bisa kutanam dan kusimpan
sendiri? Hyang Widhi, apakah sebagai perempuan aku terlalu toba, tamak,
sehingga Kau pun tak mengizinkanku memiliki impian? Apakah Kau laki-laki?
Sehingga tak pernah Kau pahami keinginan dan bahasa perempuan sepertiku? (Api Sita: 71-72)
Wanita yang terus ingin
berjuang memiliki kemandirian baik secara finansial maupun dalam
kepribadiannya. Serta memiliki kecerdasan dan daya guna yang artinya mampu
memberikan manfaat, baik itu untuk diri mereka sendiri maupun untuk
lingkungannya. Demi membangun Indonesia tanpa deskriminasi, kaum wanita juga
tidak boleh melupakan hakikatnya sebagai seorang wanita. Sudah seharusnya
mereka menyadari kodratnya sebagai seorang wanita, yang diharapkan nantinya
menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya kelak. Sudah sepantasnya wanita
sebagai sosok yang dihormati dan dihargai serta dilindungi dari berbagai
kekarasan dan ancaman. Namun, sudah menjadi tugas wanita pula mengingatkan
makna kebebasan dan emansipasi yang sebenarnya terhadap generasi muda. Pada
dasarnya pria dan wanita memiliki peranan masing-masing dalam kehidupannya.
Peran kaum wanita tidak serta-merta menghilangkan peran kaum pria. Wanita juga
memiliki hak dan kewajiban dalam mengemban tanggung jawab, baik itu berupa
karir ataupun dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Penulis
: Ulfa
Hazima Zahra
Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Posting Komentar