Bulan
Ramadhan adalah bulan penuh rahmat. Berbagai amal yang dilakukan di bulan Ramadhan
akan dilipat gandakan pahalanya. Selain itu, dalam bulan Ramadhan terdapat
sholat yang tidak ada di dalam bulan-bulan yang lain, sholat itu adalah sholat
tarawih. Hukum sholat tarawih adalah sunnah
muakkad (sunnah yang hukumnya mendekati wajib). Menurut para Imam Madzhab pada
malam-malam bulan Ramadlan, waktunya adalah setelah salat Isya sampai terbit fajar
dan disunnahkan shalat witir sesudahnya. Hikmah shalat tarawih adalah untuk
menguatkan jiwa, mengistirahatkan dan menyegarkannya guna melakukan ketaatan;
dan juga untuk memudahkan mencerna makanan sesudah makan malam. Apabila sesudah
berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang ada dalam perut besarnya tidak
tercerna, sehingga dapat mengganggu kesehatan; kesegaran jasmaninya menjadi
lesu dan rusak. Akan tetapi mengenai berapa rokaat dalam sholat tarawih ulama’
masih khilaf, ada yang mengatakan
delapan rokaat, ada yang mengatakan duapuluh rokaat, dan yang mengatakan selain
bilangan tersebut. Karena berdasarkan hadis nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan
oleh beberapa sahabat yang mana dalam redaksi hadisnya berbeda-beda dalam bilangan
rokaatnya.
Akan
tetapi, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau telah berijtihad bahwa
rokaat tarawih adalah dua puluh rokaat, karena nabi terakhir kali melaksanakan
sholat tarawih dengan dua puluh rokaat. Imam Abu Hanifah telah ditanya tentang
apa yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab ra., maka beliau
berkata:”Shalat tarawih itu adalah sunnat
mu´akkadah. Dan Umar ra. tidaklah menentukan bilangan 20 raka´at tersebut
dari kehendaknya sendiri. Dalam hal ini beliau bukanlah orang yang berbuat
bid´ah. Dan beliau tidak melaksanakan shalat 20 raka´at, kecuali berasal dari
sumber pokoknya yaitu dari Rasulullah saw.”
Imam
Tirmidzi dalam Kitab Sunan Tirmidzi menyebutkan: ”Mayoritas ahli ilmu mengikuti
apa yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar, Ali, dan Shahabat-shahabat Nabi SAW
tentang shalat Tarawih 20 raka’at. Ini juga pendapat Ast-Tsauri, Ibnul Mubarak,
dan Imam Syafi’i. Beliau Imam Syafi’i berkata: ”Inilah yang aku jumpai di
negeri kita Makkah. Mereka semua shalat Tarawih 20 rakaat.”
Imam
Malik dalam Al-Muwaththa’ menceritakan dari Yazid bin Khushaifah, ”Orang-orang
pada masa Umar melakukan shalat Tarawih di bulan Ramadhan 23 raka’at.”
Hadits
ini dishahihkan oleh Imam Nawawi (lihat Al-Majmu’ dan al-Khulashah) , diakui
oleh Al-Zaila’i (lihat Nashb al-Rayah), dishahihkan oleh Imam as-Subki (Syarah
Minhaj), Ibn al-Iraqi (lihat Tharh at-Tatsrib), al-Aini (lihat Umdah al-Qari),
As-Suyuthi (lihat al-Mashabih fi Shalat at-Tarawih), Ali al-Qari’ (Syarah
Al-Muwaththa’) serta ulama-ulama yang lain.
Imam
Ibn Taymiyah menulis: ”Telah diterima bahwa Ubay Ibn Ka´b biasa mengimami
sembahyang untuk jamaah dengan 20 rakaat di bulan Ramadhan dan 3 rakaat witir.
Dari sini, para ulama bersepakat 20 rakaat sebagai sunnat karena Ubay biasa
mengimami jamaah yang terdiri atas Muhajirin dan Anshar dan tidak seorangpun di
antara mereka menolaknya.” (Fataawa Ibn Taymiyyah hal.112)
Demikianlah
bahwa telah nyata berdasarkan persaksian para Ulama Salaf bahwa Tarawih
dilaksanakan di masa mereka adalah 20 rakaat dengan 3 rakaat witir. Ibadah
Tarawih ini adalah ibadah yang dilakukan berjamaah dan dengan mudah diketahui
berapa rakaat dilakukan, karena yang melakukan banyak dan merata di seluruh
wilayah Islam. Kesamaan fatwa di masa para Ulama Salaf menunjukkan bahwa ibadah
ini merata dilakukan dengan jumlah yang seragam, yakni 20 rakaat. Mustahil,
hanya dalam waktu tidak sampai 2 abad seluruh ummat melakukan kesalahan secara
seragam, sedangkan pada masa itu Islam dipenuhi oleh para Ulama yang tsiqah.
Para Imam Madzhab dan para Imam Hadits tidak mungkin bareng-bareng salah semua.
Kalau begitu, rusaklah ajaran agama ini sedari awal.
Pandangan
para Ulama Salaf ini telah diterima oleh mayoritas ummat dan mendapatkan
pembenaran dari Nabi SAW: ”Ikutlah kalian kepada dua orang sesudahku, Abu Bakar
dan Umar.” (H.R. Imam Tirmidzi)
Sabda
Rasulullah SAW juga: “Maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada sunnahku
dan sunnah Khalifah Rasyidin yang diberi hidayah.” (H.R. Abu Dawud dan
Tirmidzi)
Rasulullah
SAW juga bersabda: “Ummatku tidak akan bersepakat di atas kesalahan.” (HR Imam
Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Maka,
ikutlah manhaj yang dipegang oleh para Ulama Salaf dan jangan berpaling dari
kesepakatan mereka.
Icha
Rabbani
Divisi Rumah Bahagia
Posting Komentar